Rabu, 15 April 2009

PELANGGARAN PELAKSANAAN IBADAH OLEH SEBAGIAN JAMA’AH HAJI INDONESIA

Selasa, April 14, 2009

Ibadah haji merupakan ibadah yang agung dan juga merupakan rukun Islam kelima. Jika datang musim haji setiap tahunnya, maka kaum muslimin seluruh dunia berbondong-bondong mendatangi tanah haram Makkatul Mukarromah dan Madinatul Munawwaroh.

Jama’ah haji Indonesia adalah jama’ah terbesar jumlahnya diantara bangsa-bangsa lain. Kenyataan tersebut tentu perlu disyukuri, karena paling tidak hal tersebut menunjukkan minat yang besar dari masyarakat Indonesia untuk memenuhi panggilan Allah SWT beribadah haji. Akan tetapi di sisi lain yang patut dijadikan perhatian adalah masih banyaknya prilaku yang tidak sesuai dengan ajaran Islam pada sebagian jama’ah haji kita. Hal ini tentu membutuhkan penyadaran agar ibadah haji terlaksana dengan sebaik-baiknya dan tidak melanggar ajaran-ajaran Allah Ta’ala.

Tulisan ini bermaksud membicarakan bebarapa catatan yang sangat penting diketahui oleh jamaah haji kita.

Namun sebelum membicarakan hal tersebut ada satu hal yang patut dijadikan pegangan bagi setiap jama’ah yaitu wajib bagi setiap mu’min yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya untuk tunduk dan patuh terhadap syari’at Allah dalam semua sisi tanpa terkecuali.

Firman Allah Subhanahu Wata’ala mengungkapkan dalam firman-Nya dalam surah Al Ahzab ayat 36 “ Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin, dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguh dia telah sesat, sesat yang nyata” ( QS. Al Ahzab: 36).

Ayat ini mengajarkan kita untuk tidak memiliki pilihan lain, selain ajaran Allah dan Rausul-Nya. Jika tidak, maka termasuk orang yang sangat tersesat.

Apabila kita paham kaidah ini, maka mestinya kita siap melaksanakan semua syari’at Allah ta’ala dan Rasul-Nya. Jika melaksanakan ibadah haji dalam rangka tunduk kepada Allah, maka semua perintah-Nya dilaksanakan dan semua larangan-Nya dijauhi dan ditinggalkan.

Jangan ada yang melaksanakan sebagian ajaran Allah dan Rasul-Nya dan meninggalkan sebagian larangan Allah dan Rasul-Nya. Hal ini seperti ahli kitab yang dicela Allah dalam firman-Nya surah Al Baqarah ayat 85 ”Apakah kamu beriman kepada sebagian isi Al Kitab (taurat) dan ingkar terhadap sebagian isi yang lain?. Tidaklah balasan bagi orang yang berbuat demikian dari padamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan di dunia, pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat”.(QS. Al Baqarah 85).

Besarnya keutamaan ibadah haji yang dilakukan bukan berarti meninggalkan sebagian perintah-perintah Allah dan melaksanakan sebagian larangan-larangan Allah SWT.

Berikut ini ada beberapa prilaku menyimpang yang dilakukan oleh sebagian jama’ah haji:

1. Aqidah yang masih bercampur dengan kepercayaan syirik.

Aqidah adalah yang paling pertama dan utama. Bahkan inti dari pelaksanaan ibadah haji sesungguhnya adalah membersihkan aqidah muslim dari penghambaan terhadap selain Allah SWT. Perhatikan lafazh talbiyah “ Labbaikallahumma labbaika lasyariikalaka labbaik. Innal hamda wanni’mata laka wal mulka la syariika lak” Artinya “ Aku penuhi panggilan-Mua ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, tidak ada sekutu bagi-Mu, sesungguhnya segala puji dan kerajaan hanyalah mulik-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu”.

Sebagai jama’ah haji harus dapat mewujudkan aqidah yang bersih dalam pelaksanaan ibadah haji, tidak boleh tercampur dengan keyakinan-keyakinan syirik dan bathil. Misalnya saat thawaf, ada sebagian jama’ah haji mengusap-ngusap dinding Ka’bah atau maqam Ibrahim dengan alasan mendatangkan barakah. Hal ini tidak dibenarkan oleh ajaran/syari’at Islam, karena Ka’bah dan maqam Ibrahim tidak memberikan manfaat dan mudharat. Sekalipun Hajar Aswad yang dusunnahkan untuk dicium atau diusap, bukan berkeyakinan baahwa batu tersebut mendatangkan manfaat atau mudharat, tetapi ittiba’ussunnah Rasul SAW.

Diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim bahwa Umar bin Khattab mendatangi Hajar Aswad lalu menciumnya kemudian berkata “ Sesungguhnya aku mengetahui bahwa engkau adalah batu yang tidak dapat membawa manfaat dan mudharat. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah menciummu, niscaya aku tidak akan menciummu”.

Contoh lain, saat pergi ke Ji’ronah untuk melakukan Miqat, sebagian jama’ah mengambil air untuk dibawa pulang dengan alasan untuk menyembuhkan penyakit. Padahal hal tersebut tidak ada dasar hukumnya.

2. Kurang memiliki bekal pemahaman yang baik dan benar tentang pelaksanaan ibadah haji.

Ibadah haji termasuk ibadah yang pelaksanaannya secara terperinci banyak yang belum dipahami oleh kaum muslimin/muslimat.. Misalnya, saat thawaf sebagiannya membaca do’a tertentu dalam setiap putaran thawaf. Padahal Rasulullah tidak melakukan hal tersebut. Yang dianjurkan oleh beliau saat thawaf membaca do’a atau zikir apa saja sesuai dengan syari’at. Kecuali antara rukun Yamani dan Hajar Aswad dianjurkan secara khusus membaca “Rabbana atina fiddunnya hasanah wafil akhirati hasanah waqina azabannaar”.

Contoh lain, saat sa’i masih ada jama’ah yang salah cara menghitung perjalannya. Hitungan sa’i dihitung satu perjalanan antara sofa-marwa dan marwa-sofa. Seharusnya antara sofa-marwa dihitung satu, dan antara marwa - sofa satu perjalanan.

3. Terbukanya aurat ditempat umum

Jama’ah haji wanita Indonesia masih banyak yang tidak memperhatikan pakaianya. Sering terlihat bahwa pakaiannya terlalu nerawang/tipis dan ketat, sehingga mengundang syahwat para lelaki. Bahkan dalam mempercantik diri selayaknya artis.

Firman Allah surah Al Ahzab ayat 33 “Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah”.

Hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan An Nasa’i dan At Turmuzi menyatakan “ Setiap wanita yang mengenakan wewangian lalu melewati suatu kaum(lelaki) agar mereka mencium wanginya, maka dia telah berzina”

Demikian beberapa hal yang penulis saksikan dalam pelaksanaan ibadah haji oleh sebagian jama’ah haji Indonesia, semoga ada manfaatnya. Terutama sekali bagi para pembimbing ibadah haji Indonesia, dapat meningkatkan wawasan ilmu para jamaah haji agar pelaksanaan ibadahnya dapat sempurna dan benar sesuai dengan syari’at Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar